Pagi baru saja menggeliat di pesisir. Perahu-perahu kecil bergoyang halus, dan di ujung dermaga, Jono mendadak tersenyum lebar setelah notifikasi "payout" masuk ke ponselnya dari Sweet Bonanza. Gelak tawa yang keluar begitu saja membuat beberapa orang menoleh, penasaran pada kabar baik yang datang cepat di antara angin asin.
Ia menatap layar beberapa detik, lalu duduk di tepian perahu, menenangkan napas. Angka yang terpampang bukan angka kecil, cukup untuk memperbaiki lampu haluan dan menambal jaring yang robek. Di sela menunggu pasang, hiburan singkat di ponsel itu kerap menjadi teman, dan hari ini memberikan cerita yang berbeda.
Bagi Jono, keseharian tetap berputar pada arus, cuaca, dan hasil tangkapan. Permainan di ponsel hanya selingan yang mengisi jeda di antara pekerjaan fisik yang menuntut tenaga. Sweet Bonanza baginya adalah ruang ringan untuk melepas penat, bukan tumpuan utama.
Dermaga itu sederhana, cat biru pada haluan beberapa perahu telah pudar dimakan garam. Warung kopi tak jauh dari sana menyediakan duduk yang teduh, tempat orang-orang kampung membicarakan cuaca, harga solar, dan kabar dari laut. Di tengah obrolan itu, cerita Jono menambah warna yang jarang muncul.
Kabar mengenai rezeki digital bukan hal yang setiap hari terdengar di kampung nelayan. Namun ketika muncul, dampaknya nyata: ada rencana membeli perlengkapan, memperbaiki peralatan, dan menambah bekal melaut. Jono tetap menegaskan prioritasnya, bahwa air asin dan angin darat masih memegang kompas hidupnya.
Ia tahu kapan harus berhenti, kapan menutup gawai, dan kapan mendorong perahu. Payout hari ini terasa manis, tetapi ritme utama tetap sama: berangkat saat laut ramah, kembali saat palka terisi, lalu menjemur jaring sambil menanti senja.
Beberapa bulan terakhir, nama Sweet Bonanza sesekali disebut di warung atau pinggir tambatan perahu. Banyak yang mengenal tampilannya yang riang, durasi main yang singkat, dan cara akses yang tak merepotkan lewat ponsel. Mengisi sela waktu menjadi alasan yang paling sering muncul.
Dalam percakapan ringan, Sweet Bonanza dianggap bagian dari hiburan sehari-hari, sejajar dengan menonton tayangan di layar kecil. Ada yang berbagi cerita keberuntungan, ada pula yang menyimpan kisahnya sendiri. Di tengah semua itu, orang-orang di pesisir memahami batas: hiburan tetap hiburan, mata pencaharian tetap bergantung pada laut.
Cerita tentang kemenangan memang cepat menyebar, namun keseimbangan menjadi penyangga agar kabar manis tidak mengaburkan kerja keras. Di sana, disiplin melaut dan kepiawaian membaca angin masih menjadi ukuran yang dihormati.
Warga menanggapi kabar Jono dengan senyum yang wajar. Ada yang menghitung-hitung keperluan rumah tangga, ada yang menawari jasa memperbaiki mesin perahu. Warung kopi mendadak ramai, bukan karena heboh, melainkan karena rasa ingin tahu yang hangat pada kejadian pagi itu.
Jono memilih memakai sebagian hasilnya untuk kebutuhan melaut. Sisanya disimpan, menunggu prioritas lain yang lebih penting. Ia kembali menyusun rencana keberangkatan, memeriksa ramalan angin, dan memastikan semua perlengkapan siap. Sweet Bonanza masih ada di ponselnya, namun laut tetap memegang jadwal utama.
Ritme kampung berjalan lagi. Anak-anak berlari di tepi pasir, ibu-ibu menjemur ikan, dan perahu-perahu mengayun pelan. Tawa Jono tinggal gema yang menyenangkan, pertanda pagi yang membawa kabar baik di sela rutinitas.
Kisah hari ini merangkum hal-hal kecil yang berarti: kerja yang tekun, jeda yang memberi ruang lega, dan keberuntungan yang datang tanpa banyak tanda. Payout yang diterima membuat Jono melangkah lebih ringan, sementara rencana melautnya tetap terjaga rapi.
Pada akhirnya, yang menempel di ingatan adalah tawa yang memecah sunyi, bukan sekadar angka di layar. Di dermaga kecil itu, Sweet Bonanza menjadi nama yang disebut sambil lalu, sementara laut tetap menjadi halaman utama yang setiap hari dibaca Jono tanpa lelah.